Desa Tumpaan terletak di dataran rendah dekat pesisir pantai Teluk Amurang, Minahasa Selatan Sulawesi Utara. Kira-kira 65 km dari kota Manado. Ada tiga sungai yang mengapit desa Tumpaan, sungai Walaimbang sebelah Timur dan Sungai Sosogian sebelah Selatan dan sunagi Ranotuana sebelah Utara. Nama desa Tumpaan dari segi etimologinya berasal dari kata Pakatumpaan dari bahasa Tontemboan, yang artinya “Tempat dimana orang yang dari gunung turun”.
Dikisahkan
pada sekitar tahun 1450 datanglah orang-orang dari pegunungan Soputan
yaitu antara Tombasian Atas atau “Tou in Wasian” dan Ranolambot.
Penduduk dari kedua desa ini mempunyai hubungan yang baik, karena mereka
sama-sama meyakini “Dotu Karengis” sebagai seorang gagah pemberani yang
dapat memimpin mereka dari segala tantangan, baik binatang buas maupun
orang-orang Mindanau yang datang berniaga tapi menghalau penduduk
Minahasa. Mereka datang dari sebelah utara sebagai Bajak Laut dan ingin
merebut tanah Minahasa.
Kemudian
penduduk yang tinggal antara Tou in Wasian dan Ranolambot ini sepakat
untuk mencari pemukiman baru karena merasa kehidupan di pegunungan tidak
begitu lumayan, dan mereka di bawah pimpinan sang Dotu Karengis menuju
kepemukiman Pakatumpaan.
Suatu
ketika Dotu Karengis sedang mengejar orang Mindanao, tibalah ia di satu
tanah/dataran yang luas dan timbulah keinginannya untuk bermukim di
sana. Jadi Dotu Karengislah yang pertama menemukan dataran itu.
Dikisahkan tentang keperkasaan Dotu Karengis dimana saat berkunjung ketempat pemukiman orang Tuud in Wasian, tiba-tiba ia diserang oleh orang-orang Mindanau.Penduduk pemukiman Tuud in Wasian tidak begitu mengenal Dotu Karengis, oleh karena itu mereka kurang yakin apabila Dotu Karengis dapat membantu mereka mengalahkan orang-orang Mindanao. Terpaksa mereka meninggalkan pemukiman mereka dan lari kepegunungan. Malahan sebaliknya tou Tuud in Wasian agak curiga bahwa Dotu Karengis adalah salah seorang dari suku Mindanao yang diberi tugas sebagai mata mata atau pengintai.
Dikisahkan tentang keperkasaan Dotu Karengis dimana saat berkunjung ketempat pemukiman orang Tuud in Wasian, tiba-tiba ia diserang oleh orang-orang Mindanau.Penduduk pemukiman Tuud in Wasian tidak begitu mengenal Dotu Karengis, oleh karena itu mereka kurang yakin apabila Dotu Karengis dapat membantu mereka mengalahkan orang-orang Mindanao. Terpaksa mereka meninggalkan pemukiman mereka dan lari kepegunungan. Malahan sebaliknya tou Tuud in Wasian agak curiga bahwa Dotu Karengis adalah salah seorang dari suku Mindanao yang diberi tugas sebagai mata mata atau pengintai.
Peristiwa
ini sangat menyinggung hati Dotu Karengis namun tidak menimbulkan
dendam terhadap tou Tuud in Wasian. Selanjutnya kepada orang pemukiman
Patumpaan dianjurkan untuk bersahabat baik dengan Tou Tuud in Waisan.
Untuk
membuktikan bahwa Dotu Karengis bukanlah pengintai orang Mindanao
sebagaimana dugaan pemukiman Tou Tuud in Wasian, maka Dotu Karengis
memanggil 6 orang terkuat diantara orang pemukiman Patumpaan lalu mereka
berperang mengusir orang-orang Mindanao. Banyak orang Mindanao yang
korban, sedangkan sebagiannya lari ke arah tepi pantai dan melarikan
diri dengan perahu layarnya. Dotu Karengis mengajak teman-temannya
segera pulang dan singgah di tempat tinggalnya. Keenam teman itu membuat
suatu pernyataan akan hidup dan tak akan berpisah dengan Dotu Karengis.
Di situlah awal kepercayaan Tou Tuud in Waisan bahwa Dotu Karengis
dapat menjamin keamanan dan kententraman mereka.
Pada
umumnya penduduk pemukiman Patumpaan menjadi semakin bertambah saat Tou
Tuud in Wasian bergabung dan menetap bersama. Dotu Karengis ditetapkan
sebagai pemimpin mereka, dan saat itu pula Dotu Karengis menamakan
pemukiman itu PATUMPAAN.
Umumnya
adalah pekerjaan mereka adalah petani. Namun beberapa saat kemudian
mereka berpindah lagi, secara bersamaan menuju tempat pemukiman yang
baru meninggalkan pemukiman Patumpaan. Tempat tinggal itu tidak jauh
dari pemukiman yang lama, kira-kira 2 km di sebelah Timur pemukiman yang
lama, yang kemudian diberi nama Tanukota. Sekarang tempat tinggal itu
lebih dikenal dengan MAWALE, yang terletak menyusuri sepanjang sungai
Sosongian. Kemudian di tempat itu pula datang sejumlah besar orang dari
pegunungan dan menentap di sana.
Kehidupan
orang-orang di sana suka berpindah pindah, dan terjadilah pemukiman
baru yaitu sebelah utara 1 km dari Patumpaan yang kemudian diberi nama
TINUNDEK (sekarang desa Matani). Di tempat pemukiman yang baru ini hasil
pertaniannya cukup lumayan. Namun begitu ternyata keadaan kesehatan tak
memungkinkan mereka harus bertahan.
Pada
pemukiman Tinundek ini, ternyata banyak juga orang dari pegunungan
turun kesana mencari nafkah.Di antara rombongan itu diantar oleh 2 orang
kuat dan perkasa yaitu Dotu Tangkere dan Dotu Roring. Rombongan ini
datang dari Sumonder lalu bergabung dengan orang Tinundek.
Suatu
peristiwa yang tak terlupakan pada tanggal 7 April 1574 kedua Dotu yang
datangnya dari Sumonder itu mengajak rombongannya berpindah pemukiman.
Ajakan itu diterima baik oleh sebagian saja. Malahan ternyata yang ikut
berpindah sebagian datang dari Sumonder, sebagian lagi dari pemukiman
asli Tinundep.Tetapi kepindahan ini bukan mencari lokasi yang baru
tetapi kembali kemukiman yang lama yaitu Patumpaan dan kemudian menetap
di sana.
Lama
kelamaan pemukiman Patumpaan menjadi semakin ramai dan pada akhirnya
orang yang menetap di Tinundep pindah lagi dan hidup bersama sama di
pemukiman Patumpaan. Semakin ramainya pemukiman Patumpaan, semakin besar
pula minat orang-orang Mindanao menyerang pemukiman Patumpaan. Namun
berkat kerja sama dan keberanian serta ketangkasan ketiga Dotu itu; Dotu
Karengis, Dotu Tangkere dan Dotu Roring maka serangan orang-orang
Mindanao dapat dilumpuhkan dan dihalau sehingga mereka tak kunjung
menyerang lagi. Dan kini orang-orang pemukiman Patumpaan hidup tentram
dan aman.
Tersebutlah Dotu Roringlah yang Tumanik in doong in Patumpaan. Artinya: DOTU RORING INILAH YANG MENDIRIKAN KAMPUNG PATUMPAAN.
Keramain
pemukiman Patumpaan semakin bertambah dan menjadi bandar yang ramai
untuk saling beli-membeli, tukar-menukar, menangkap ikan. Yang sebagian
di pesisir menjadi nekayan, sebagian lagi menjadi petani,kebun dan
sawah.
Setelah
didirikannya kampung Patumpaan, maka disatu peristiwa orang-orang
Patumpaan sepakat mengangkat kepala kampung (TONAAS).Setelah diangkatnya
kepala kampung maka sistem perintahan terbentuk dan kehidupan semakin
membaik.
Banyak
bangsa asing datang ke Patumpaan di antaranya bangsa Portugis dan
Spanyol (benteng peninggalan Portugis masih terdapat di sekitar pesisir
pantai Tumpaan sebelah utara, dekat bekas pelelangan ikan).
Selang beberapa tahun bangsa Portugis dan Spanyol menetap di Patumpaan, mereka mengajurkan peduduk Patumpaan untuk menanam kopi. Pekerjaan ini dipimpin langsung oleh kepala kampung/Tonaas. Sebagai lokasi penanaman dipilihlah kebun/tanah ynag terletak disebelah timur kira-kira 3 km dari desa Patumpaan, menyusuri sungai Sosongian. Sepeninggal bangsa Spanyol dan Portugis penduduk Patumpaan tak begitu menghiraukan tanaman kopi. Bekas lokasi tanaman kopi itu diberi nama Pakopian untuk mengenang sejarah penanaman kopi.
Selang beberapa tahun bangsa Portugis dan Spanyol menetap di Patumpaan, mereka mengajurkan peduduk Patumpaan untuk menanam kopi. Pekerjaan ini dipimpin langsung oleh kepala kampung/Tonaas. Sebagai lokasi penanaman dipilihlah kebun/tanah ynag terletak disebelah timur kira-kira 3 km dari desa Patumpaan, menyusuri sungai Sosongian. Sepeninggal bangsa Spanyol dan Portugis penduduk Patumpaan tak begitu menghiraukan tanaman kopi. Bekas lokasi tanaman kopi itu diberi nama Pakopian untuk mengenang sejarah penanaman kopi.
Akhirnya
lambat laun penduduk Patumpaan lebih mengenal menamam pohon kelapa.
Hingga pohon kelapa menjadi sumber mata pencaharian dan keuangan sampai
sekarang.
Berdasar
hasil musyawarah disepakatilah nama desa Pakatumpaan disempurnakan
sesuai dengan perkembangan bahasa mnenjadi “TUMPAAN” peristiwa ini
terjadi pada tahun 1800, sedangkan sebutan Tonaas lambat laun hilang
setelah semakin terbiasanya penduduk memakai nama Hukum Tua.
Catatan penulis:
Tulisan ini didapat dari tulisan bapak A.M Kawatu yang pernah menjadi kepala sekolah SD Inpres Tumpaan Satu pada tahun 1988 dengan pengumpul data saudara Yahya Santi guru pembantu SD Inpres Tumpaan Satu. Saya sendiri mendapatkan salinan ini berkat bapak guru Rumengan.
Sumber http://sammymamoto.blog.friendster.com/2006/08/history-of-tumpaan.htm
Catatan penulis:
Tulisan ini didapat dari tulisan bapak A.M Kawatu yang pernah menjadi kepala sekolah SD Inpres Tumpaan Satu pada tahun 1988 dengan pengumpul data saudara Yahya Santi guru pembantu SD Inpres Tumpaan Satu. Saya sendiri mendapatkan salinan ini berkat bapak guru Rumengan.
Sumber http://sammymamoto.blog.friendster.com/2006/08/history-of-tumpaan.htm
0 komentar:
Posting Komentar